Ajengan Shohib


MEMBANTU ABAH SEPUH MEMIMPIN PONDOK PESANTREN SURYALAYA

Sepulangnya dari Mekah pada tahun 1939, Shohib muda membantu ayahandanya Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad dalam memimpin Pondok Pesantren Suryalaya.

Kemampuannya dalam memimpin pesantren sangat mengagumkan dengan pemahaman yang mendalam dalam tafsir, hadits, fiqih, kalam dan tasawuf, serta kefasihannya dalam berbahasa Arab, Indonesia, Jawa dan sangat cindekia dalam budaya, bahasa dan sastra Sunda melebihi kepandaian sarjana sastra sunda manapun pada masa itu, sehingga dalam penyampaian berbahasanya mampu mencapai kepada retorika yang hebat, membuat para pendengarnya mau menerima apa yang disampaikannya di dalam
lubuk hati mereka masing-masing yang paling dalam, dan saat itu pula nama "Ajengan Shohib" jadi buah bibir orang-orang sebagai seorang kiyai yang piawai dan pembantu utama Syekh Mursyid Abdullah Mubarok dari Suryalaya, walaupun pada masa tahun 1939-1945 pemerintah Kolonial masih berkuasa sampai masuk pendudukan Jepang dan diteruskan dengan masa genting pemberontakan DI/TII
juga fitnah yang berkembang bahwa agama islam yang diajarkan di Suryalaya telah menyeleweng dari islam yang sebenarnya, merupakan masa-masa yang sulit bagi Ajengan Shohib dalam pengembangan pesantren dan Thoriqot Qodiriyah Naqsyabandiyah yang dikembangkan olehnya, tetapi tidaklah jadi penghalang untuk terus berjalan menyeru kepada La Ilaha Illalloh sampai kepada waktu sekarang.

***
Daftar Isi